1. Definisi Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul, secara bahasa ia berasal dari bahasa Arab berbentuk tarkib idhafah (kata majemuk) yang terdiri dari kata asbab dan an-nuzul. Kata asbab merupakan bentuk jamak dari sabab, yang dalam leksikologi berarti sebab, alasan, atau illat. Sedangkan kata nuzul berarti turun yang dilawankan dengan kata su’ud yang berarti naik.
Adapun secara terminologi, asbabun nuzul
berarti sesuatu yang melatarbelakangi turunnya satu ayat atau lebih
sebagai jawaban terhadap suatu peristiwa atau menceritakan peristiwa,
atau menjelaskan hukum yang terdapat dalam peristiwa tersebut.
Berkaitan dengan definisi asbabun nuzul di atas, Manna’ Khalil al-Qattan mengatakan bahwa sebab yang menjadikan turunnya suatu ayat berkisar pada dua hal, yaitu: pertama, kala terjadi peristiwa, kemudian al-Qur’an turun untuk meresponnya. Sebagai contohnya adalah peristiwa diturunkannya ayat: “Dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat”,
pada waktu itu Nabi SAW pergi mendaki bukit Shafa seraya berseru: Wahai
kaumku!” Tidak berapa lama mereka berkumpul di sekitar Nabi SAW. Nabi
pun berkata: “Bagaimana pendapatmu bila aku beritahukan kepadamu bahwa
di balik gunung ada sepasukan berkuda yang hendak menyerangmu,
percauakah kamu terhadap apa yang kukatakan?” Mereka menjawab: “Kami
belum pernah melihat Engkau berdusta.” Kemudian Nabi melanjutkan
perkataannya: “Aku memperingatkan kamu sekalian tentang siksa yang
pedih”. Seketika itu Abu Lahab langsung menimpali: “Celakalah Engkau!
Apakah Engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini?” Lalu dia
berdiri, maka turunlah ayat: “Celakalah kedua tangan Abi Lahab”.
Kedua,
bila Nabi SAW ditanya suatu perkara, maka turunlah ayat al-Qur’an
menerangkan status hukumnya. Sebagai contohnya adalah peristiwa dzihar
yang dilakukan oleh Aus bin Shamit terhadap istrinya, Khaulah binti
Tsa’labah. Dalam hal ini A’isyah berkata: Maha suci Allah SWT yang
pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Aku mendengar ucapan Khaulah
binti Tsa’labah, sekalipun tidak seluruhnya. Ia mengadukan suaminya
kepada Rasulullah SAW. Ia berkata: “Rasulullah! Suamiku telah
menghabiskan masa mudaku dan sudah berapa kali aku mengandung karenanya,
sekarang, setelah aku menjhadi tua dan tidak beranak lagi, dia
menjatuhkan dzihar kepadaku! Ya Allah sesungguhnya aku mengadu
kepada-Mu”. A’isyah berkata: tiba-tiba Jibril turun membawa ayat-ayat
ini; “Sesungguhnya Allah telah medengar perkataan perempuan yang mengadu
kepadamu tentang suaminya, yakni Aus bin Shamit.
Terlepas dari adanya dua peristiwa di atas sebagai contoh fenomena asbabun nuzul, namun satu yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua ayat dalam al-Qur’an mempunyai asbabun nuzul seperti contoh asbabun nuzul
di atas, karena tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan berbarengan
dengan adanya suatu peristiwa atau karena adanya suatu pertanyaan. Di
sinilah pentingnya klasifikasi asbabun nuzul mikro dan makro.
2. Asbabun Nuzul Mikro dan Makro
Berdasarkan paparan di atas, tampak bahwa sebagian di antara ayat-ayat
al-Qur’an ada yang turun dengan didahului oleh satu peristiwa/satu
pertanyaan tertentu, tetapi tidak sedikit juga di antara ayat-ayat
al-Qur’an yang turunnya sama sekali tidak didahului oleh adanya
peristiwa/pertanyaan khusus, misalnya ayat-ayat yang bercerita tentang
umat-umat dan kejadian masa lalu, cerita tentang hal-hal gaib yang akan
terjadi, dan gambaran mengenai keadaan hari Kiamat. Dari sini kemudian
dapat diklasifikasi asbabun nuzul ke dalam dua klasifikasi, yaitu; mikro (asbab an-nuzul al-khashshah) dan makro (asbab an-nuzul al-‘ammah).
Sebab turunnya ayat mikro (asbab an-nuzul al-khashshah)
adalah sebab-sebab khusus yang mendahului turunnya suatu ayat, atau
dengan kata lain, ayat yang turunnya didahului oleh sebab yang khusus
itu memiliki riwayat sharih dan sahih untuk menjelaskan sebab mengapa
suatu ayat turun. Sedangkan, sebab turunnya ayat makro (asbab an-nuzul al-‘ammah)
adalah sebab-sebab umum yang menyertai turunnya suatu ayat. Sebab-sebab
umum, dalam hal ini maksudnya adalah situasi dan kondisi dalam lingkup
yang lebih luas, baik berkenaan dengan setting sosial, geografis, politik, budaya, dan lain-lain yang melingkupi turunnya suatu ayat.
Dengan adanya klasifikasi sebab-sebab turunnya ayat mikro dan makro ini
dapat disimpulkan bahwa tidak ada lagi ayat yang tidak memiliki asbabun
nuzul, melainkan yang ada hanyalah ayat yang tidak memiliki asbabun
nuzul mikro.
Selanjutnya, jika asbabun nuzul mikro cara mengetahuinya lewat
periwayatan-periwayatan, maka untuk asbabun nuzul makrp cara
mengetahuinya adalah dengan rekonstruksi sejarah yang melingkupi
turunnya al-Qur’an.
- 3. Urgensi Mempelajari Asbabun Nuzul
Al-Qur’an merupakan formulasi kalamullah dalam bentuk tulisan yang
diorientasikan bagi kemaslahatan manusia. Dalam hal ini manusia
dijadikan objek yang harus menerima teks secara deduktif (doktrinal),
hal mana berlaku dalam setiap teks-reks skriptual. Konsekuensinya,
ketika al-Qur’an telah menjadi mushaf, manusia harus memposisikannya
sebagai objek penafsiran demi efektivitas dan pengejawantahan aksiologi
al-Qur’an dalam kehidupan.
Salah satu metode yang dipandang komprehensif untuk menginterpretasikan
bahasa kitab suci adalah hermeneutika. Tugas yang dilaksanakan oleh
hermeneutika kaitannya dengan studi al-Qur’an adalah, pertama
menjembatani jarak antara penulis dan pembaca, yang keduanya dihubungkan
oleh teks. Pembaca diharapkan mampu mengadakan dialog imajinatif dengan
penulis walaupun keduanya berada dalam ruang dan waktu berbeda. Kedua,
menawarkan analisis yang bersifat psiko-historis-sosiologis agar teks
hadir di tengah masyarakat lalu dipahami dan ditafsirkan berdasarkan
realitas sosialnya.
Dengan metode seperti ini, diharapkan akan terjadi pengefektivan proses
dialektis antara teks al-Qur’an dengan sosio-kultural yang menyertainya,
di satu sisi, dan antara teks al-Qur’an dengan sosio-kultural
penafsirnya. Gambaran sederhananya adalah setelah makna tekstual
al-Qur’an diketahui, maka teks itu dikembalikan ke zamannya ketika
diturunkan sesuai dengan kondisi ruang dan waktu saat itu. Di sinilah
letak urgensi asbabun nuzul, baik mikro maupun makro. Selanjutnya,
formulasi makna yang diperoleh kemudian diturunkan dan didialektikkan
dengan psiko-sosio-kultural penafsir bersangkutan, tentunya dengan
standar pertimbangan tertentu seperti al-mashlahat al-‘ammah, sehingga al-Qur’an akan selalu mampu berdialektika dengan sekelilingnya di segala zaman dan waktu.
Di samping itu, ada juga beberapa urgensi asbabun nuzul lainnya, sebagaimana yang dikemukakan para ulama, yaitu; pertama, seseorang dapat mengetahui hikmah di balik syari’at yang diturunkan, kedua, seseorang dapat mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunnya al-Qur’an, dan ketiga,
seseorang dapat menentukan apakah suatu ayat mengandung pesan khusus
atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan, dan
lain-lain.
=======================================================================
Salah seorang yang mengarang kitab Asbabun Nuzul adalah seorang ulama bernama Abu Hasan Ali bin Ahmad An-Nisaburi. Kitab yang tebalnya mencapai 353 halaman ini sudah dalam bentuk PDF, sehingga dapat dibaca di komputer atau di print. Kitab ini dapat Anda download secara gratis.
Silahkan klik DISINI
Asbabun Nuzul Terjemahan Indonesia KLIK DISINI
=======================================================================
Salah seorang yang mengarang kitab Asbabun Nuzul adalah seorang ulama bernama Abu Hasan Ali bin Ahmad An-Nisaburi. Kitab yang tebalnya mencapai 353 halaman ini sudah dalam bentuk PDF, sehingga dapat dibaca di komputer atau di print. Kitab ini dapat Anda download secara gratis.
Silahkan klik DISINI
Asbabun Nuzul Terjemahan Indonesia KLIK DISINI
0 komentar:
Posting Komentar