Seorang
guru yang baik akan berupaya keras memaksimalkan potensi akal anak
didiknya. Akal pada dasarnya berfungsi untuk mengerem kenginan-keinginan
yang tidak benar dan mendorong pada perbuatan-perbuatan yang positif.
Akal adalah pembimbing manusia yang paling efektif. Problematika moral
dan sosial biasanya karena kelemahan dalam daya berpikir. Orang yang
dapat menggunakan akalnya dengan baik, biasanya dapat menguasai dirinya.
Seseorang guru dan pendidik akan berhasil membimbing anak didiknya
dengan membantu akalnya supaya lebih berfungsi dengan baik.
Dengan akalnya manusia bisa mengambil
kesimpulan dan berpikir melampui ruang dan waktu, melesat ke masa yang
lebih jauh. Dengan akalnya manusia dapat membaca
konsekuensi-konsekkuensi logis dari perbuatan-perbuatannya. Dan
menimbang-nimbang untuk memilih alternatif perbuatan lain yang akan
memberikan kebaikan bagi dirinya.
Sebaliknya orang yang tidak mau
menggunakan akal, maka akan sulit melawan dorongan-dorongan hawa
nafsunya. Bahkan orang seperti ini akan diperbudak keinginan-keinginan
tersebut. Berikut beberapa hadits sifat orang yang berakal, semoga
dengan cermin ini kita bisa berkaca, apakah diri kita termasuk
orang-orang yang berakal? atau sebaliknya kita telah kehilangan akal
dengan diperalat hawa nafsu, diantaranya;
1. Salah seorang sahabat bertanya kepada
imam Ja’far Shadiq as, “Akal itu apa?” Beliau menjawab, “Akal itu yang
membuat seseorang menyembah Tuhannya dan yang membuat seseorang
mendapatkan surga”. Ia bertanya lagi, “kalau begitu apa yang dimiliki
oleh Muawiyah?” Beliau menjawab, “yang dimiliki Muawiyah adalah
kelicikan, tipuan dan perdaya setan bukan akal, yang mirip dengan akal
tapi bukan akal”.
2. Imam Ja’far Shadiq as berkata, “yang berakal itu memiliki agama dan yang memiliki agama itu masuk surga”.
3. Imam Musa bin Ja’far as mengatakan
kepada Hisyam, “Sabar dalam kesendirian itu pertanda orang yang berakal.
Manusia yang mengenal Allah dengan benar akan menjauhi ahli dunia dan
para pecintanya dan Tuhan akan menyertainya ketika sendirian dan akan
membantunya ketika dalam keadaan fakir serta membuatnya mulia walaupun
tanpa bantuan keluarganya sendiri”.
4. Imam Musa as juga berkata, “Hai
Hisyam, orang yang berakal itu rela mendapatkan sedikit dunia tapi
mengandung hikmah dan tidak mau mendapatkan dunia dengan sedikit hikmah.
Lantaran hal tersebut mereka beruntung. Hai Hisyam, manusia yang
berakal itu meninggalkan dunia apalagi dosa-dosa. Karena meninggalkan
dunia itu keutamaan sementara meninggalkan dosa itu wajib. Hai Hisyam,
orang yang berakal itu mengetahui bahwa untuk mendapatkan dunia dengan
susah payah demikian juga untuk akhirat. Akhirnya ia akan memilih
akhirat karena itu lebih kekal.
5. Imam Musa as juga berkata, “Hai
Hisyam, Amirul Mukminin as mengatakan, “Tanda orang yang berakal itu ada
tiga; menjawab jida ada yang bertanya, berbicara jika kaumnya tidak
bisa berbicara, serta memberikan suaranya untuk kepentingan kaumnya.
Orang yang tidak memiliki sifat-sifat seperti ini adalah orang pandir”.
6. Imam Ja’far Shadiq as, “Manusia yang akalnya paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya”.
7. Imam Ali as berkata, “Manusia yang merasa kagum atas dirinya artinya ia memiliki akal yang lemah”.
8. Imam Ali as juga berkata, “Orang berakal dapat mengendalikan dirinya kalah marah, kala berharap dan takut”.
9. Imam Ali as juga berkata, “Jka akalnya sempurna maka akan jarag berbicara”.
10. Imam Ali as juga berkata, “Lisan orang yang berakal ada di belakang hatinya, hati si bodoh ada di belakang akalnya”.
11. Imam Ja’far Shadiq as berkata,
“Manusia berakal itu condong pada kebenaran, berbicara dengan jujur,
sangat menentang kebatilan, meninggalkan dunia dan menggenggam agam.
Tanda orang berakal itu ada dua: benar berbicara dan benar dalam
berbuat”.
12. Imam Ali as mengatakan, “Manusia
yang beakal itu selalu memiliki esok hari, berusaha membebaskan dirinya
dan beramal untuk sesuatu yang sudah pasti (kematian)”.
13. Imam Ali as juga mengatakan, “Akal itu melestarikan pengalaman”.
14. Imam Ali as juga mengatakan, “Manusia yang berakal itu perbuatannya dan perkataannya saling membenarkan”.
Dari sejumlah hadits-hadits di atas, kita bisa simpulkan 12 sifat untuk manusia yang berakal, sebagai berikut;
1. Dengan akalnya ia bisa mengenal Tuhan.
2. Mengakui agama yang hak (benar).
3. Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Dan hanya mementingkan kerelaan Allah SWT.
4. Lebih mengutamakan hikmah dan ilmu dari pada dunia.
5. Ia tidak terkait dengan dunia dan mengabaikan semua kesenangan dunia.
6. Menyadari bahwa dunia dan akhirat itu sama-sama memerlukan kerja keras dan lebih memilih akhirat karena abadi.
7. Mampu mengendalikan diri, amarah, syahwat dan rasa takut.
8. Menerima kebenaran dan tidak suka dengan kebatilan.
9. Selalu jujur dan tidak pernah berdusta.
10. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak mau melakukan pengkhianatan.
11. Tidak pernah melupakan kematian dan hari akhirat.
12. Berusaha menghiasi diri dengan akhak yang utama.
13. Berpikir dahulu sebelum berbicara dan kalau tidak perlu tidak akan berbicara.
14. Menghindari perkataan yang tidak perlu dan berbicara seperlunya.
Empat belas sifat ini hanyalah sebagian
sifat-sifat manusia yang berakal yang disebutkan di dalam hadits-hadits.
Namun keempat belas sifat ini dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang orang yang berakal itu. Semakin sempurna sifat-sifat tersebut
maka akan semakin sempurna pulalah akal manusia tersebut.
Pada dasarnya semua manusia memiliki
akal tapi mereka tidak memaksimalkan potensinya tersebut. Kalau
seseorang mampu memaksimalkan akalnya, ia akan mampu memaham realitas
dengan baik. ia akan mampu memilih cara dan jalan yang terbaik yang akan
menghantarkannya ke gerbang kebahagiaan.
Aktifitas akal adalah melakukan tafakur. Dengan kekuatan tafakur
manusia dapat memahami keterciptaan alam dan Sang Pencipta. Berkat
kekuatan akal pula manusia dapat memahami nilai-nilai moral dan
menyusuri jalan-jalan untuk menyempurnakan dirinya dan membersihkan diri
dari noda-noda akhlak yang kotor.
Jadi kalau ada orang yang menyakini
Allah, hari kiamat, dan para nabi, kitab, melaksanakan perintah-perintah
syariat. Memiliki akhlak yang baik dan menghindari perbuatan-perbuatan
yang buruk, maka kita bisa memahami bahwa manusia seperti itu telah
memanfaatkan potensi akal yang ada di dalam dirinya dengan baik.
Sebaliknya seseorang dianggap tidak bisa
memaksimalkan potensi akalnya dengan baik, kalau ia meremehkan Tuhan,
tidak percaya kepada hari kiamat serta hanya melulu mengurus
urusan-urusan duniawi semata-mata, ia juga tidak mengembangkan
sifat-sifat yang baik, maka bisa dimaklumi bahwa ia bukan termasuk orang
yang berusaha memaksimalkan akalnya dengan baik.
Dikutip dari kitab Ta’lim wa Tarbiyah karya Ayatullah Ibrahim Amini.
0 komentar:
Posting Komentar