Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
terkenal sebagai pribadi yang teguh dalam berprinsip, sang pencari
sejati, dan penyuara kebenaran kepada siapapun, dan dengan risiko
apapun. Usianya dihabiskan untuk menekuni jalan tasawuf, hingga ia
mengalami pengalaman spiritual dahsyat yang mempengaruhi keseluruhan
hidupnya. Jejak Syekh Abdul Qadir Al-Jailani juga dijumpai dalam belasan
karya orisinalnya.
Beliau lahir pada tahun 470 H. (1077-1078
M) di al-Jil (disebut juga Jailan dan Kilan), kini termasuk wilayah
Iran. Tahun kelahirannya ini didasarkan atas ucapannya kepada putranya
bahwa ia berusia 18 tahun ketika tiba di Baghdad, bertepatan dengan
wafatnya seorang ulama terkenal , at-Tamimi, pada tahun 488 H.
Tahun
itu juga bertepatan dengan keputusan Imam Abu Hamid al-Ghazali untuk
meninggalkan tugasnya mengajar di Universitas Nidzamiah, Baghdad. Sang
imam ternyata lebih memilih uzlah.
Selain mewarisi banyak karya
tulisan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meninggalkan beberapa buah nasehat
menjelang kewafatannya. Akhir hayat Syekh didahului dengan kondisi
kesehatannya yang terus menurun. Kala itu putra-putranya menghampiri dan
mengajukan sejumlah pertanyaan.
”Berilah aku wasiat, wahai ayahku. Apa yang harus aku kerjakan sepergian ayah nanti?” tanya putra sulungnya, Abdul Wahab.
”Engkau
harus senantiasa bertaqwa kepada Allah. Jangan takut kepada siapapun,
kecuali Allah. Setiap kebutuhan mintalah kepada-Nya. Jangan berpegang
selain kepada tali-Nya. Carilah segalanya dari Allah,” jawab sang ayah.
Nasab Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Nasab dari Ayah
Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir Al-Jailani ayahnya bernama : Abu Sholeh
Janki Dausat, putra Abdullah, putra Yahya az-Zahid, putra Muhammad,
putra Daud, putra Musa at-Tsani, putra Musa al-Jun, putra Abdulloh
al-Mahdi, putra Hasan al-Mutsanna, cucu Nabi Muhammad saw. putra
Sayyidina ‘Ali Karromallohu Wajhahu.
Nasab dari Ibu
Sayyid
Abdul Qadir Al-Jailani ibunya bernama : Ummul Khoer Ummatul Jabbar
Fathimah putra Sayyid Muhammad putra Abdulloh asSumi’i, putra Abi
Jamaluddin as-Sayyid Muhammad, putra al-Iman Sayid Mahmud bin Thohir,
putra al-Imam Abi Atho, putra sayid Abdulloh al-Imam Sayid Kamaludin
Isa, putra Imam Abi Alaudin Muhammad al-Jawad, putra Ali Rido Imam Abi
Musa al-Qodim, putra Ja’far Shodiq, putra Imam Muhammad al-Baqir, putra
Imam Zaenal Abidin, putra Abi Abdillah al-Husain, putra Ali bin Abi
Tholib Karromallohu wajhah.
Dengan demikian, Syekh Abdul Qodir Al-Jailani adalah Hasani dan sekaligus Husaini.
Hubungan Guru & Murid
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani berkata, “Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan
mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah
mendarah daging dalam dirinya.
- Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar(menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
- Dua karakter dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yaitu penyayang dan lembut.
- Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
- Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
- Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
- Dua karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Tahun itu juga bertepatan dengan keputusan Imam Abu Hamid al-Ghazali untuk meninggalkan tugasnya mengajar di Universitas Nidzamiah, Baghdad. Sang imam ternyata lebih memilih uzlah.
Selain mewarisi banyak karya tulisan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meninggalkan beberapa buah nasehat menjelang kewafatannya. Akhir hayat Syekh didahului dengan kondisi kesehatannya yang terus menurun. Kala itu putra-putranya menghampiri dan mengajukan sejumlah pertanyaan.
”Berilah aku wasiat, wahai ayahku. Apa yang harus aku kerjakan sepergian ayah nanti?” tanya putra sulungnya, Abdul Wahab.
”Engkau harus senantiasa bertaqwa kepada Allah. Jangan takut kepada siapapun, kecuali Allah. Setiap kebutuhan mintalah kepada-Nya. Jangan berpegang selain kepada tali-Nya. Carilah segalanya dari Allah,” jawab sang ayah.
Download lengkap Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani <DISINI>
0 komentar:
Posting Komentar