"Wahai keluarga Rasulullah, cinta kepada kalian semua adalah kewajiban dari Allah. Cukuplah (membuktikan) keagungan kedudukan kalian bahwa siapa yang tidak bershalawat kepada kalian, tidak sah shalatnya"
Mencintai Keluarga Nabi S.A.W
Mencintai keluarga Nabi S.a.w adalah kewajiban dalam agama, tidak seorangpun mengingkari hal ini kecuali orang yang belum tahu, atau pura-pura tidak tahu.
Sebagian mengatakan bahwa Nabi tidak mempunyai keturunan dari anak laki.
Sebagian mengatakan bahwa keturunan Beliau sudah habis dibantai bani
Umayyah, dan sebagian lagi mempermasalahkan keabsahan silsilah yang ada
karena berbagai motif.
Mari simak Hadits suci dari lisan suci Nabi, Beliau S.a.w bersabda;
"Semua nasab terputus kelak di hari kiamat kecuali nasabku".
"Manusia yang pertama mendapat syafa'atku dari umatku di hari kiamat adalah keluargaku".
"Mengapa orang mengatakan bahwa hubungan kekeluargaanku tidak
bermanfaat di hari kiamat? Ketahuilah bahwa kekeluargaanku selalu
tersambung di dunia dan akhirat.". (H.R. Ahmad dan Hakim dalam Mustadrok).
Imam Al Hakim meriwayatkan tentang Ahlul Bait dengan syarat Syaikhoin: "Bintang sebagai pengaman untuk penduduk bumi dari kebinasaan dan jika orang-orang berselisih dengan mereka (ahlul bait) maka mereka para penyimpang menjadi golongan Iblis".
Cinta ahlul bait adalah ukuran kebaikan seseorang, Rasulullah S.a.w bersabda; "Sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik pada keluargaku sepeninggalku, tidak
kalian beriman sehingga aku lebih kalian cintai dari diri kalian, dan
keturunanku (itrahku) lebih kalian cintai daripada keturunan kalian, dan keluargaku lebih dari keluarga kalian, dzatku lebih dari dzat kalian.". (H. R. Hakim, Thabarani, Abu Ya’la, dan Baihaqi).
Sungguh aneh jika masih ada orang mengingkari keberadaan keturunan Nabi,
apalagi mengklaim dirinya sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah. Bagi orang
awam seperti kita janganlah bingung, karena sejak dahulu kala kelompok
semacam ini selalu ada. Cukup bagi kita nasihat Rasulullah, agar kita
selamat dunia dan akhirat.
Nabi Muhammad S.a.w bersabda;
مثل أهل بيتي فيكم كسفينة نوح من ركبها نجي ومن تخلف عنها هلك. وفي رواية غرق، وفي رواية زج في النار
"Perumpamaan keluargaku seperti perahu nabi Nuh, yang menaikinya selamat dan yang menyimpang akan binasa". [Dalam riwayat lain 'akan masuk neraka']. (H.R Hakim dalam Mustadrok, Thabarani, Syihab dalam musnadnya dan Al-Bazzar).
Jangan sampai kepentingan pribadi dan ego menjadikan kita tidak taat pada sabda Rasulullah S.a.w.
Semoga tulisan ini bisa memberikan pencerahan. Termasuk untuk para ahlul
bait janganlah membanggakan nasab, akan tetapi ikuti selalu akhlaq
Rasulullah S.a.w. Janganlah kita menjadi orang yang gila hormat, tapi
jadilah orang terhormat di sisi Allah S.w.t.
~ Al Habib Muhammad Husein Al Habsyi ~ (www.muhammadhuseinalhabsyi.com).
Keturunan Rasulullah S.A.W
Keturunan Hasan dan Husein hingga kini masih ada, sebagian kecil para
'pembenci' keluarga Ahlulbait menafikan dzurriyah Rasul S.a.w,
sebagaimana juga kelompok lain menafikan keabsahan Sahabat Rasul
Radhiyallahu’ anhum, yang berjumlah 60 ribu orang, maka golongan sesat
itu mengatakan bahwa seluruh sahabat itu sesat, terkecuali beberapa
orang saja.
Sayyidina Hasan tidak wafat di kejadian Karbala, Beliau Radhiyallahu
‘Anhu wafat diracun sebelum kejadian Karbala. Beliau meninggalkan
keturunan 11 orang putra dan 6 orang putri, dan kemudian keturunan
adalah dari putra Beliau Hasan Mutsanna dan Zeid Radhiyallahu’ Anhuma.
Sayyidina Husein wafat di Karbala, Beliau mempunyai 6 orang anak lelaki
dan 3 anak perempuan, Ali Akbar, Ali Awsat, Ali Ashghar, Abdullah,
Muhammad, Jakfar, Zainab, Sakinah dan Fathimah.
Putera Hasan keseluruhannya wafat terkecuali Ali Awsat yang dikenal
dengan nama Ali Zainal Abidin, mempunyai putra bernama Muhammad Albaqir,
yang mempunyai Putra bernama Ja'far As-Shadiq. Yang menjadi guru dari
Imam Hanafi, yang kemudian Imam Hanafi ini bermuridkan Imam Maliki, lalu
Imam Maliki bermuridkan Imam Syafi’i dan Imam Syafi’i bermuridkan Imam
Ahmad bin Hanbal. Ringkasnya seluruh Ulama Ahlussunnah waljama’ah
mengakui keabsahan keturunan Rasul S.a.w dari Sayyidina Ali Zainal
Abidin putra Al Husein R.a.
Sayyidina Ali Zainal Abidin ini dilahirkan hari kamis, 5 Sya’ban tahun
38 Hijriyah, masiih di masa hidup kakeknya yairtu Ali bin Abi Thalib
K.w, dan diriwayatkan oleh Abu Hamzah Alyamaniy bahwa ia mengamalkan
Ibadah 1000 raka’at tahajjud setiap malammnya, demikian pula Imam
Ghazali yang banyak mengaguminya. Salah satu riwayat yang dikatakan oleh
Imam Thawus Rahimahullah: “Ketika aku memasuki Hijr Isma’il ditengah
malam yang gelap, ternyata Ali Zainal Abidin Putra Husein sedang sujud..
alangkah lama sujudnya, lalu kepalanya terangkat dan kedua tangannya
terangkat bermunajat dengan suara lirih: “Hamba-Mu dihadapan Pintu-Mu, si miskin ini dihadapan Pintu-Mu, si faqir ini dihadapan Pintu-Mu….”.
Beliau wafat pada tahun 93 Hijriyah, dan ada pendapat mengatakan tahun
94 Hijriyah, dimakamkan di pekuburan Baqi’ (Madinah Almunawarah), di
pusara yang sama dengan pamannya yaitu Hasan bin Ali K.w. Sayyidina Ali
Zainal Abidin meninggalkan 15 orang anak, dan yang sulung adalah
Muhammad Albaqir.
Rujukan: Kitab Al Ghurar, oleh Imam Al Muhaddits Muhammad bin Ali
Alkhird (w 960 H). Kitab ini merupakan salah satu kitab Induk yang
menjelaskan silsilah keturunan Rasulullah S.a.w.
~ Al Habib Munzir Al Musawa ~ (www.majelisrasulullah.org)
Puisi Cinta Untuk Keluarga Nabi S.A.W
Mereka keluarga suci dan mulia
Barang siapa dengan ikhlas mencintainya
Ia memperoleh pegangan yang sentosa
Untuk bekal kehidupan di akhiratnya
Merekalah keluarga suci dan mulia
Yang keluhurannya menjadi buah bibir dan cerita
Dan keagungannya diingat orang sepanjang masa
Hormat kepada mereka adalah kewajiban agama
Kecintaan kepada mereka wujud hidayah yang nyata
Menanti mereka adalah curahan cinta
Dan kecintaan kepada mereka adalah takwa
~ KH. Abdullah bin Nuh ~
Mencintai Keluarga Nabi S.a.w - Bekal Menuju Surga (halaman 266).
Keterkaitan nasab dengan Rasulullah S.a.w merupakan kebanggaan terbesar
dan termulia di sisi orang-orang pandai dan bijak. Keluarga inti Beliau
S.a.w dan cabang-cabangnya adalah keluarga dan cabang keluarga termulia,
lantaran nasab mereka terhubung dengan nasab Beliau S.a.w dan
keterkaitan kedudukan mereka dengan kedudukan Beliau S.a.w.
Ulama -semoga Allah merahmati mereka- bersepakat, pemimpin-pemimpin dari
keluarga Beliau yang mulia adalah manusia terbaik dari sisi dzatiyah
(materi fisik dan psikis)-nya pihak bapak dan kakek, dan bahwasanya
mereka sama dengan selain mereka terkait hukum-hukum syari’at dan sanksi
hukum.
Adakah Dalil-dalil Al Qur’an dan Hadits, yang terkait dengan masalah itu?
Ada, di antaranya firman Allah S.w.t, “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahli Bayt, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”. (QS Al-Ahzab [33]: 33).
Ulama mengatakan, firman-Nya “Ahli Bayt” mencakup tempat tinggal dan nasab. Dengan demikian, istri-istri Beliau S.a.w adalah Ahli Bayt tempat tinggal, dan kerabat Beliau adalah Ahli Bayt nasab.
Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan hal ini, di antaranya hadits
yang disampaikan Ath-Thabarani (Al-Kabir 3/56) dari Abu Sa’id Al-Khudri
R.a, ia mengatakan, “Ayat ini turun terkait Nabi S.a.w, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga Allah meridhai mereka semua.”.
Dalam sebuah hadits shahih dinyatakan, Nabi S.a.w memberikan pakaian kepada mereka dan berdoa, “Ya
Allah, mereka adalah keluargaku dan orang-orang khusus bagiku,
hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka
sebersih-bersihnya.”. (Disampaikan oleh At-Tirmidzi No. 3871 dan Ahmad No. 6/292 dari hadits Ummu Salamah R.a. Imam At-Tirmidzi mengatakan, ”Ini hadits Hasan dan merupakan hadits terbaik yang diriwayatkan dalam hal ini". Menurut Allamah Arnauth dalam penjelasannya terhadap Al-Musnad, “Hadits ini Shahih.”).
Dalam riwayat lain dinyatakan, Nabi S.a.w mengenakan pakaian pada mereka dan meletakkan tangan Beliau pada mereka serta berdoa, “Ya
Allah, sesungguhnya mereka adalah keluarga Muhammad, maka jadikanlah
shawalat dan keberkahan-Mu kepada keluarga Muhammad, sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji lagi Mahaperkasa.”. (Disampaikan oleh Ahmad 3/323,
Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 3/53, dan Abu Ya’la dalam Al-Musnad 12/344
dari hadits Ummu Salamah R.a).
Di antara ayat-ayat yang menunjukkan keutamaan mereka adalah firman Allah S.w.t, “Siapa
yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu,
katakanlah (Muhammad), ‘Marilah kita panggil anak-anak kami dan
anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan
kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah
ditimpakan kepada orang-orang yang dusta’.” – QS Ali ‘Imran (3): 61.
Para ahli tafsir mengatakan, ketika ayat ini turun Rasulullah S.a.w
memanggil Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga Allah meridhai
mereka. Lalu Beliau memangku Husain dan menggandeng tangan Hasan,
sementara Fathimah berjalan di belakang Beliau dan Ali di belakang
keduanya, lalu Beliau S.a.w berdoa: “Ya Allah, mereka itu adalah keluargaku.”.
Dalam ayat ini terdapat dalil yang jelas, bahwa anak-anak Sayyidatina
Fathimah dan keturunan mereka disebut anak-anak Beliau S.a.w, dan nasab
mereka dinisbahkan kepada Beliau dengan penisbahan yang Shahih dan berguna di dunia dan akhirat.
Dikisahkan, Harun Ar-Rasyid bertanya kepada Musa Al-Kazhim R.a, “Bagaimana
kalian mengatakan bahwa kalian adalah anak-cucu Rasulullah S.a.w
padahal kalian adalah keturunan Ali? Padahal, seseorang hanya
dinisbahkan nasabnya kepada kakek dari pihak bapaknya, bukan kakeknya
dari pihak ibu.”
Al-Kazhim menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang
terkutuk, dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
‘Dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim), yaitu Daud, Sulaiman,
Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Dan demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik, serta Zakaria, Yahya, Isa, dan
Ilyas’ – QS Al-An’am (6): 84-85. Isa tidak memiliki bapak, tetapi dia
digabungkan dalam keturunan para nabi dari pihak ibunya. Demikian pula
kami digabungkan dalam keturunan Nabi kita, Muhammad S.a.w, dari pihak
ibu kami, Fathimah R.a. Lebih dari itu, wahai Amirul Mu’minin, saat
turunnya ayat mubahalah, tidaklah Nabi S.a.w memanggil kecuali kepada
Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain R.a.”.
Demikianlah kisah ini sebagaimana disebutkan Allamah Syamsuddin Al-Wasithi dalam Majma’ al-Ahbab.
Keutamaan dan Keistimewaan Keluarga Nabi S.A.W
Adapun hadits-hadits yang terkait keutamaan dan keistimewaan keluarga Nabi S.a.w cukup banyak, dan dalam hal ini para imam menyusun berbagai karya tulis tersendiri.
Adapun hadits-hadits yang terkait keutamaan dan keistimewaan keluarga Nabi S.a.w cukup banyak, dan dalam hal ini para imam menyusun berbagai karya tulis tersendiri.
Di antara hadits-hadts tersebut adalah yang diriwayatkan Zaid bin Arqam
R.a, “Suatu hari Rasulullah S.a.w berdiri di antara kami untuk
menyampaikan ceramah di tempat air yang disebut Khumm, antara Makkah dan
Madinah. Beliau S.a.w memuji dan menyanjung Allah S.w.t, menyampaikan
nasihat dan peringatan, kemudian mengatakan;
"Ketahuilah, wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah manusia yang tidak lama lagi akan kedatangan utusan Tuhanku lantas aku memperkenankan dan aku meninggalkan di antara kalian dua peninggalan berharga. Yang pertama, Kitabullah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Terapkanlah Kitab Allah dan berpegang teguhlah padanya.", Beliau menganjurkan penerapan Kitab Allah dan menekankannya. Kemudian Beliau S.a.w bersabda; "Dan keluargaku. Aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku, aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku, aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku’.”
"Ketahuilah, wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah manusia yang tidak lama lagi akan kedatangan utusan Tuhanku lantas aku memperkenankan dan aku meninggalkan di antara kalian dua peninggalan berharga. Yang pertama, Kitabullah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Terapkanlah Kitab Allah dan berpegang teguhlah padanya.", Beliau menganjurkan penerapan Kitab Allah dan menekankannya. Kemudian Beliau S.a.w bersabda; "Dan keluargaku. Aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku, aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku, aku ingatkan kalian pada Allah terkait keluargaku’.”
Hushain bertanya kepada Zaid, “Siapa saja keluarga Beliau, hai Zaid?, Bukankah istri-istri Beliau termasuk keluarga Beliau?”. Zaid menjawab, “Istri-istri
Beliau termasuk keluarga Beliau, tetapi keluarga Beliau sesungguhnya
adalah mereka yang tidak diperkenankan menerima sedekah sepeninggal
Beliau.”. “Siapa saja mereka?” tanya Hushain lagi.
Zaid menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.”
Hushain bertanya, “Mereka semua tidak diperkenankan menerima sedekah?”
“Ya,” jawabnya.
(Disampaikan oleh Muslim No. 4425 dari hadits Zaid bin Arqam R.a).
(Disampaikan oleh Muslim No. 4425 dari hadits Zaid bin Arqam R.a).
Pada redaksi lain (terkait yang dikatakan Nabi S.a.w di Khumm), “Sesungguhnya
aku meninggalkan di antara kalian dua perkara yang jika kalian
berpegang teguh pada keduanya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku.
Salah satu dari keduanya lebih besar dari yang lain. Yaitu (pertama),
Kitab Allah S.w.t, tali yang menjulur dari langit ke bumi, dan (kedua)
keturunanku, keluargaku. Tidaklah keduanya berpisah hingga menemuiku di
telaga surga. Maka, perhatikanlah bagaimana kalian sepeninggalku dalam
mencintai keduanya.”. (Disampaikan oleh At-Tirmidzi No. 3788 dan lainnya, juga dari hadits riwayat Zaid bin Arqam).
Dalam salah satu syairnya, Imam Syafi’i R.a mengatakan:
Wahai keluarga Rasulullah
Cinta kepada kalian semua
adalah kewajiban dari Allah
dalam Al Qur’an yang diturunkan-Nya
Cukuplah keagungan kedudukan kalian
bahwa kalian semua
siapa yang tidak bershalawat kepada kalian
tidak sah shalat baginya
Seorang pentahqiq (yakni seseorang yang meneliti nash-nash secara mendalam) -semoga Allah melimpahkan manfaat melalui mereka-, mengatakan:
“Siapa yang mencermati realita dan fakta, (maka) dia akan menemukan bahwa keluarga Nabi S.a.w ~secara umum, kecuali sedikit sekali~ adalah yang melaksanakan tugas-tugas agama, menyeru kepada syari’at pemimpin para Rasul (yakni Rasulullah S.a.w), bertaqwa kepada Tuhan mereka, kalangan terpilih lantaran kesungguhan mereka, menjalin persatuan yang kukuh“.
“Siapa yang mencermati realita dan fakta, (maka) dia akan menemukan bahwa keluarga Nabi S.a.w ~secara umum, kecuali sedikit sekali~ adalah yang melaksanakan tugas-tugas agama, menyeru kepada syari’at pemimpin para Rasul (yakni Rasulullah S.a.w), bertaqwa kepada Tuhan mereka, kalangan terpilih lantaran kesungguhan mereka, menjalin persatuan yang kukuh“.
Sebuah maqalah mengatakan: ‘Siapa yang menyerupai bapaknya, dia bukan seorang yang aniaya.’.
Ulama mereka adalah para pemimpin umat dan tokoh terkemuka yang menyingkirkan tindak kezhaliman. Mereka (keluarga Rasulullah S.a.w)
adalah keberkahan bagi umat ini. Mereka menyingkap berbagai kesuraman
yang menyelimuti alam. Maka, harus ada di setiap masa dari kalangan
mereka, yang lantaran mereka itu, Allah menghindarkan malapetaka dari
manusia. Karena, mereka adalah keamanan bagi penduduk bumi, sebagaimana
bintang-bintang adalah keamanan bagi penduduk langit.”.
Apakah penisbahan kepada Beliau S.A.W bermanfaat, baik di dunia maupun akhirat? Lalu, adakah dalilnya?
Ya, nisbah nasab kepada Beliau S.a.w berguna, di dunia dan akhirat.
Dalil yang melandasi hal ini cukup banyak, di antaranya sabda Nabi
S.a.w, “Setiap hubungan nasab dan sabab (hubungan kekeluargaan lantaran pernikahan) terputus pada hari Kiamat kecuali nasabku dan sababku.”. – Disampaikan oleh Ibnu Asakir dalam kitabnya At-Tarikh (21: 67) dari hadits Ibnu Umar R.a. Hadist ini menunjukkan besarnya manfaat penisbahan kepada Beliau S.a.w.
Dalil lainnya, adalah hadits yang disampaikan Ath-Thabarani dan lainnya. Dikutip dari sebuah hadits yang cukup panjang, “Setiap sabab dan nasab terputus pada hari Kiamat, kecuali sababku dan nasabku.”. (Disampaikan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 3/44 dan 11/343 dan Al-Ausath 6/357).
Dan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud R.a, ia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah S.a.w bersabda di atas mimbar, ‘Ada
apa dengan orang-orang yang mengatakan bahwa keterkaitan nasab dengan
Rasulullah S.a.w tidak berguna bagi kaum Beliau di hari Kiamat kelak?,
Tentu (berguna), demi Allah, sesungguhnya keluargaku terjalin di dunia dan akhirat, dan sesungguhnya aku, wahai manusia, adalah yang mendahului kalian ke telaga surga’.”. (Disampaikan oleh Ahmad 3/18 dan lainnya dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri R.a).
~ Al Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith ~
0 komentar:
Posting Komentar