"Orang yang berguru kepada orang yang tidak mengamalkan ilmunya akan
semakin bertambah kebodohannya. Orang yang mengajar orang yang tidak
mengamalkan ilmunya hanya menyia-nyiakan umurnya". (Fudhail bin Iyadh).
Yahya bin Muadz berkata, "Hikmah adalah pengetahuan suci yang
diturunkan dari langit. Hikmah tidak akan masuk ke dalam hati orang yang
memiliki salah satu dari empat sifat: Mengutamakan dunia di atas
segalanya, Tidak percaya pada jaminan rezeki dari Allah, Hasud (iri
dengki) kepada saudaranya, Mencintai keluhuran dalam pandangan manusia.".
Abu Hasan Al Harawi berkata, "Hikmah akan muncul dari empat keadaan:
Selalu sedih atas dosa, Selalu siap menghadapi kematian, Suka
mengosongkan perut (berpuasa), Senang bergaul dengan orang-orang zuhud".
Ibn Al Mubarak sering tampak gelisah seperti orang yang sakit kepala
jika dia tidak mendapatkan tambahan ilmu dalam waktu sehari. Sebab,
setiap saat dia mengisi waktunya dengan menggali hikmah (pengetahuan).
Dia tidak merasa malu duduk bersama anak-anak kecil yang sedang
mendengarkan pengajian dari ustadznya.
Suatu hari Ibn Al Mubarak terlihat sedang duduk di dalam masjid, "Sedang apa engkau, wahai Ibn Mubarak?" tanya seseorang kepadanya. "Menunggu ustadzku untuk belajar", Jawabnya; "Bukankah
engkau ulama kesohor yang diakui keluasan ilmunya? Mengapa engkau masih
mau belajar kepada orang lain yang boleh jadi ilmunya lebih sedikit
daripada ilmumu?" lanjut si penanya.
Ibn Al Mubarak menjawab, "Belajar itu bukan untuk orang pintar atau
orang bodoh, melainkan untuk semua orang. Andaikan saja aku telah hafal
ilmu orang-orang dahulu dan orang-orang akan datang, aku akan tetap
belajar kepada orang lain. Sebab, mencari ilmu itu bukan untuk menumpuk
ilmu, melainkan melaksanakan kewajiban syariat. Mencari ilmu itu tidak
terbatas oleh kepintaran. Yang membatasi pencarian ilmu adalah umur.
Jika ruhmu telah meninggalkan jasadmu, saat itulah engkau tidak
berkewajiban lagi menuntut ilmu".
"Apakah engkau tidak merasa malu ikut berdesak-desakan dengan orang awam untuk mendapatkan ilmu?" lanjut penanya.
"Seseorang justru harus malu jika tidak mampu menimba ilmu.
Ketahuilah, engkau harus malu kepada Tuhanmu dan dirimu sendiri.
Pantaskah engkau malu melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh
Tuhanmu?" tanya Ibn Mubarak.
"Cukup sulit mencari orang sepertimu. Aku percaya ilmumu sudah sangat
berlimpah. Namun engkau masih mau duduk bersama orang-orang biasa untuk
mencari ilmu. Aku Kagum kepadamu." kata penanya.
Ibn Mubarak berkata, "Aku tidak butuh pujianmu. Tampaknya akan sangat
baik jika engkau pergi sekarang juga dan tidak memujiku. Aku takut
pujianmu akan membuat diriku ujub (bangga pada diri sendiri). Tidak
sedikit orang yang celaka karena pujian. Ingatlah bahwa pujian itu
bagaikan pisau tajam yang bisa menyembelih leher seseorang. Jika engkau
ingin memuji, pujilah Allah."
Penanya tersebut lalu pergi dalam keadaan penuh kekaguman kepada Ibn
Mubarak. Sepanjang jalan ia merenung untuk dapat menjadi murid beliau.
Suatu saat ia pun ditakdirkan menjadi orang yang dekat dengan Ibn
Mubarak sebelum wafatnya. Penanya itu adalah Syaikh Abd As Salam.
Sufyan Ats Tsauri berkata, "Hati-hatilah engkau dengan ilmu zahir.
Sebab, ia dapat mewariskan permusuhan. Sibukkanlah dirimu dengan
beramal! janganlah engkau menyibukkan diri dengan berdebat. Jika engkau
tidak dapat menahan emosi dan nafsu, janganlah banyak berdiskusi dengan
temanmu."
Sayyidina Ali K.w berkata, "Aku hampir tidak pernah kalah dalam
berdebat jika lawan bicaraku orang pintar. Namun, aku tidak pernah
menang berdebat dengan orang-orang yang bodoh dan emosional."
Tradisi kental para sufi adalah mereka tidak segan untuk menerima hikmah
dari mana atau siapa pun yang mengeluarkannya. Hatim As Ashamm berkata,
"Pungutlah hikmah dari mana pun engkau menemukannya. Sebab, ia
adalah perkara yang hilang dari orang-orang mukmin. Jika engkau telah
mendapatkannya, Maka ikatlah ia.".
Wassalam
0 komentar:
Posting Komentar