"Jika seorang wali hanya berharap mendapat karamah, maka wali itu tidak termasuk wali yang berperingkat tinggi".
Karamah merupakan perkara luar biasa yang berlaku ke atas ulama atau wali Allah. Mereka adalah golongan insan yang beriman dan beramal shaleh, ikhlas dalam perkataan, perbuatan serta menjadikan seluruh kehidupan mereka hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Para kekasih Allah sangat menumpukan seluruh perhatiannya kepada Allah dan Allah pun senantiasa memperhatikannya bahkan menjadikan insan shaleh tersebut lebih dekat kepada-Nya.
Karamah berlaku sepanjang zaman sejak dahulu hingga ke hari ini. Begitupula dari kalangan para sahabat, banyak di antara mereka yang memiliki karamah atau kelebihan yang luar biasa. Mereka beriman dengan kejernihan kalbu, kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya melebihi segala-galanya bahkan kasih sayang mereka terhadap orang mukmin sangat mendalam, sehingga akhirnya mereka memperoleh derajat yang tinggi.
Pengertian Karamah
Karamah berasal dari kata Ikraam yang mempunyai arti penghargaan dan pemberian. Allah mengurniakan wali-wali-Nya berbagai kejadian luar biasa atau yang biasa disebut karamah. Hal itu diberikan kepada mereka sebagai rahmat dari Allah dan bukan karena hak mereka.
Karamah juga biasa disebut sebagai kejadian yang luar biasa yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang selalu meningkatkan taraf ibadahnya dan ketaatannya. Karamah itu diberikan sebagai suatu pembekalan ilmu atau sebagai ujian bagi seorang wali. Dan karamah boleh terjadi tanpa sebab dan tanpa adanya tentangan dari orang lain.
Penjelasan Tentang Kejadian-Kejadian Luar Biasa
Allah telah menganugerahkan kepada manusia khusus dan awam 8 peristiwa luar biasa, yang dapat terjadi pada manusia. Peristiwa luar biasa ini bisa dibagi menjadi 2 bagian yaitu, 4 yang baik dan 4 yang buruk dan menyalahi ajaran Islam. Di kalangan umat Islam sendiri terdapat kekeliruan tentang konsep dan perbedaan kejadian luar biasa tersebut, kadang mereka tak dapat membedakan mana terpuji dan mana mesti dijauhi. Berikut secara ringkas tentang kejadian luar biasa tersebut, agar kita semua dapat membuat penilaian dengan sebaik-baiknya.
Mukjizat
Kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulannya.
Karamah
Kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang hamba yang shaleh atau wali, dan ia tidak mengaku sebagai seorang nabi atau rasul.
Ma’unah
Kejadian luar biasa yang diberikan kepada sebagian orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan.
Ihaanah
Kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan kepada Musailamah Al Kadzab. Ia pernah meludah di sebuah sumur dengan harapan agar airnya bertambah banyak, tetapi pada kenyataannya airnya mengering, dan ia pernah meludah pada mata seorang yang juling, agar matanya sembuh, tetapi pada kenyataannya mata orang itu menjadi buta.
Istidraj
Kejadian luar biasa yang diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya. Menurut Ijma’, biasanya seorang yang mengaku sebagai nabi, maka ia tidak akan diberi kejadian luar biasa.
Irhaas
Kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang nabi meskipun ia belum diutus, seperti adanya naungan awan bagi Rasulullah Saw di masa kecilnya.
Sihir
Suatu cara yang dapat menampilkan berbagai perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi seluk beluknya itu dapat dipelajari.
Sya’wazah
Kejadian luar biasa yang biasa timbul di tangan seseorang, sehingga menimbulkan pesona bagi yang melihatnya meskipun kejadian itu tidak terjadi.
Tujuan Karamah
1. Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
2. Untuk menguatkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali, seperti yang terjadi pada masa-masa terdahulu. Berbeda halnya dengan masa-masa terakhir. Kaum salaf salih tidak pernah memerlukan karamah sedikit pun.
3. Adanya karamah merupakan bukti anugerah atau pangkat yang diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah.
Dalil-dalil Karamah
Andaikata Allah Swt tidak mau memperlihatkan karamah bagi seorang mukmin, mungkin karena Allah Swt memang tidak ingin melakukannya, atau mungkin juga seorang mukmin itu memang belum pantas mendapatkan karamah. Adapun kemungkinan pertama, dapat memberi penilaian yang tidak baik terhadap takdir
Allah Swt, tentunya hal itu dapat menyebabkan ingkar kepada Dzat Allah. Sedangkan kemungkinan yang kedua adalah tak mungkin, sebab hal itu termasuk hal yang batil. Mengetahui Dzat Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukumNya, nama-namaNya, mencintaiNya, mentaati-Nya dan senantiasa menyebut-Nya dan memuji-Nya, tentunya hal itu lebih mulia dari sekedar memberi sepotong roti, menundukkan seekor ular atau seekor singa.
Dalil dari Al-Quran
“Setiap kali Zakariya masuk untuk menemui Maryam di Mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh makanan ini?”. Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa perhitungan” (Surah Al Imran: 37)
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makanlah, minumlah dan bersenang hatilah kamu” (Surah Maryam : 25-26)
Siti Maryam bukanlah seorang nabi. Tentunya yang terjadi padanya, seperti yang tertera pada ayat di atas, bukanlah suatu mukjizat, tetapi suatu karamah.
“Ashif Ibnu Barkhiya berkata: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” (Surah An Naml: 40)
Seorang hamba yang salih yang bernama Ashif Ibnu Barkhiya mampu membawa singgasana Ratu Balqis dari Yaman ke Syam hanya dalam waktu sekelip mata. Padahal ia bukan seorang Nabi. Tentunya kemampuan luar biasa yang dimilikinya adalah karamah.
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmatNya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah” (Surah Al Kahfi: 16-17)
“Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan sembilan tahun” (Surah Al Kahfi: 25)
Pemuda Ashabul Kahfi seramai tujuh orang berasal dari Syam. Mereka hidup setelah masa Nabi Isa. Kerana mereka takut kehilangan imannya, maka mereka bersembunyi di sebuah gua untuk sesaat, tetapi mereka ditidurkan oleh Allah selama 300 tahun. Setelah itu mereka dibangunkan kembali. Anehnya tubuh mereka tidak binasa dimakan masa, kerana itu para ulama berpendapat bahwa mereka adalah para wali bukan para nabi.
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusaknya bahtera itu, kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.”Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.” (Surah Al Kahfi: 79)
Dalil Hadist Tentang Karamah Umat Yang Terdahulu
Hadis Pertama
Dari Abdullah Ibnu Umar r.a, beliau berkata :
“Rasulullah saw pernah bersabda: “Ada tiga lelaki tergolong di antara orang-orang terdahulu. Pada suatu hari, ketika mereka berjalan di suatu hutan, maka mereka bermalam di suatu gua. Setelah mereka masuk ke dalam gua, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh tepat di permukaan gua itu dan menutupinya, sehingga mereka tidak dapat keluar. Kata salah seorang daripada mereka: “Tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu, kecuali jika kamu berdoa kepada Allah dan bertawassul dengan perbuatan baik kamu.Salah seorang di antara mereka berkata: “Dahulu aku
mempunyai ibu bapa yang telah lanjut usia, dan aku tidak pernah makan malam sebelum mereka makan. Pada suatu hari, keduanya sudah tidur ketika aku datang membawa segelas air susu. Aku tidak ingin membangunka mereka. Aku menjaga keduanya semalaman tanpa makan dan minum, dan aku tetap memegang
gelas susu itu hingga pagi. Ketika keduanya bangun, barulah kuberikan air susu itu. Ya Allah, jika amalan salihku yang satu itu benar-benar ikhlas untukMu, maka bebaskan kami dari batu besar ini”. Dengan izin Allah, batu itu bergeser sedikit dari mulut gua,tetapi mereka masih belum dapat keluar. Selanjutnya, orang yang kedua berkata: “Dahulu, anak saudaraku termasuk orang yang paling aku cintai, aku selalu menggodanya, agar ia cinta kepadaku, tetapi ia selalu menolak.
Pada suatu ketika, ia datang kepadaku dan minta bantuan wang. Aku ingin membantunya, asalkan ia ingin bercinta denganku. Ia bersetuju dengan permintaanku kerana terpaksa. Ketika aku hendak memperkosanya, maka ia berkata: “Sebenarnya engkau tidak boleh memecahkan keperawananku, kecuali dengan cara yang sah”. Maka aku segera meninggalkannya dan aku tidak minta kembali wangku. Ya Allah, jika Engkau tahu, bahwa perbuatanku itu keranaMu, maka selamatkanlah kami dari batu besar ini”. Dengan izin Allah batu besar itu bergeser sedikit, tetapi mereka belum dapat keluar.
Selanjutnya orang yang ketiga berkata: “Dahulu aku mempunyai banyak pegawai, aku selalu memberi upah mereka tepat pada waktunya, dan aku tidak pernah merugikan mereka. Pada suatu kali salah seorang pegawaiku meninggalkan tempatku tanpa meminta upahnya. Selanjutnya, upah itu aku kembangkan dan aku belikan binatang ternak serta lembu abdi. Setelah beberapa waktu binatang ternak itu berkembang menjadi besar. Sampai pada suatu waktu ia datang kepadaku untuk meminta upahnya. Kataku: “Semua binatang ternak dan lembu abdi yang kau lihat di lembah itu adalah upahmu”. Kata lelaki itu: “Wahai hamba Allah, apakah engkau mempermainkan aku”. Kataku: “Aku tidak mempermainkan kamu”. Maka ia membawa pergi semua binatang ternak dan para abdi itu. Ya Allah, jika perbuatanku benar-benar ikhlas keranaMu, maka bebaskanlah kami dari himpitan batu besar ini”.
Maka dengan izin Allah batu besar itu bergerak, sehingga ketiga orang itu dapat keluar dengan selamat. (Hadis Hasan Sahih, Muttafaq Alaih).
Hadist Kedua
Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. Pernah bersabda :
“Tidak ada seorang bayi yang dapat berbicara ketika masih dibuaian ibunya, kecuali tiga orang, iaitu Isa putra Maryam as, seorang bayi di masa Juraij An Nasik, dan seorang bayi lainnya. Tentang Isa putra Maryam, kamu telah mengetahui kisahnya.
Tentang Juraij, ia adalah seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil. Ia mempunyai seorang ibu. Juraij gemar ibadah. Ketika ibunya rindu kepadanya, maka ia memanggil nama Juraij. Tetapi Juraij tidak memenuhi panggilan ibunya, ia hanya berkata: “Ya Allah, apakah sebaiknya aku memenuhi panggilan ibuku, ataukah
aku meneruskan ibadahku?” Ibunya memanggilkannya sampai tiga kali, tetapi Juraij masih meneruskan ibadahnya tanpa memenuhi panggilannya. Maka ibunya kecewa, sehingga ia berdoa :
“Ya Allah, jangan Engkau matikan putraku itu sampai setelah Engkau menemukannya dengan seorang wanita pelacur”. Kebetulan di tempat itu, ada seorang wanita pelacur. Ia berkata: “Aku akan merayu Juraij sampai ia berbuat zina denganku”. Maka ia mendatangi Juraij dan merayunya, tetapi Juraij tidak mempedulikannya. Akhirnya wanita pelacur itu merayu seorang petani yang kebetulan bermalam di samping tempat ibadah Juraij, sampai ia hamil dari petani itu. Selanjutnya ia mendatangi Juraij sambil membawa anak haramnya dari si petani. Kemudian ia berkata kepada orang banyak: “Bayiku ini adalah dari hasil hubungan gelapku dengan Juraij”. Mendengar ucapan wanita pelacur itu, maka Bani Israil mendatangi tempat ibadah Juraij, kemudian mereka menhancurkannya dan merejam Juraij secara beramai-ramai. Maka Juraij melakukan solat dan ia berdoa. Kemudian ia menyentuh tubuh bayi itu dengan jari telunjuknya seraya berkata:
“Wahai anak bayi, siapa ayahmu?” Anak bayi itu berkata: “Ayahku adalah seorang petani”. Maka masyarakat Bani Israil menyesali perbuatannya terhadap Juraij dan mereka minta maaf kepadanya. Mereka berkata: “Kalau engkau mahu, kami akan
membangun kembali tempat ibadahmu dari emas atau perak, tetapi tawaran mereka ditolak, sehingga mereka membangunnya kembali seperti semula. Itulah kisah bayi yang dapat berbicara di masa Juraij.
Adapun kisah bayi yang lain, ada seorang wanita yang tengah menyusui anak bayinya. Ketika ada seorang pemuda tampan lewat di depannya, maka ibunya berkata: “Ya Allah, jadikan putraku ini seperti pemuda itu.” Maka dengan spontan bayinya berkata: “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti pemuda itu.” Selanjutnya ketika ada seorang wanita yang tertuduh mencuri dan berzina sedang lewat di depan ibunya, maka ia berkata: “Ya Allah, jangan Engkau jadikan putraku ini seperti wanita itu”. Maka bayinya berkata: “Ya Allah, jadikan aku sepertinya”. Maka
ibunya bertanya: “Mengapa engkau berdoa seperti itu?” Bayinya berkata: “Pemuda tampan yang lewat di sini tadi adalah seorang yang bengis dan kejam dan aku tidak ingin menjadi sepertinya. Adapun si wanita yang dituduh sebagai pencuri dan pelacur, sebenarnya ia bukan pencuri mahupun pelacur, dan ia hanya berkata: “Aku hanya pasrahkan diriku kepada Allah” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Terjadinya Karamah
Tingginya kemahuan seorang wali untuk mengabdikan dirinya kepada Allah, adakalanya menyebabkannya diberi karamah oleh Allah. Tetapi adakalanya juga tidak. Adapun pemberian karamah adalah agar seorang wali semakin menjaga dirinya, agar ia tidak salah langkah dan sikap terhadap Allah. Jiwa manusia, meskipun ia tetap satu, tetapi berbeza dalam pengkhususannya. Setiap jiwa mempunyai pengkhususan tersendiri yang tidak dimiliki oleh lainnya. Jadi pengkhususan masing-masingnya adalah fitrah. Jiwa para nabi mempunyai pengkhususan tersendiri yang mampu mengenal Allah dengan sepenuhnya dan mampu berbicara dengan para malaikat, kerana telah mendapat keizinan dari Allah. Pokoknya kemampuan mereka adalah kurniaan Ilahi dan bantuan Rabbani.(Mukaddimah Ibnu Khaldun, jilid III hal 1148). Dalam hal ini, Ibnu Khaldun pernah berkata: “Jiwa para auliya’ mempunyai pengaruh yang erat dengan alam semesta dan hal itu merupakan bantuan dari Allah yang disesuaikan dengan kejernihan jiwa, kekuatan iman, keteguhan mereka dengan agama Allah, sehingga seorang wali tidak akan berbuat apapun, kecuali setelah mendapat perintah atau restu dari Allah. Kalau ada di antara mereka yang berbuat sesuatu tanpa izin dari Allah, maka karamahnya segera ditarik oleh Allah.” (Mukaddimah Ibnu Khaldun jilid III hal 1148).
Jenis-jenis Karamah
1. Pemberian
Karamah jenis ini, termasuk karamah yang tertinggi, sebab terjadinya kerana pemberian Allah kepada seorang tanpa diminta lebih dulu.
2. Usaha
Karamah jenis ini termasuk karamah yang diusahakan, misalnya terkabulnya sebuah doa seorang wali.
Pembagian Karamah
1. Karamah Hissiyyah
Iaitu karamah yang dapat dirasa dan dilihat dengan mata, seperti dapat berjalan di atas air atau dapat terbang di udara.
2. Karamah Ma’nawiyyah
Iaitu Istiqamahnya seseorang untuk mengabdi kepada Tuhannya, baik secara zahir maupun batin. Karamah macam ini banyak diharapkan para wali-wali Allah. Kata mereka: “Istiqamah lebih baik dari seribu karamah.”
Syeikh Abul Abbas Al Mursi pernah berkata: “Seorang wali besar, bukanlah seorang yang dapat memperdekatkan jarak yang jauh. Yang termasuk wali besar adalah seorang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya di hadapan Tuhannya.” (Lathaiful Minan).
Jika seorang wali hanya berharap mendapat karamah, maka wali itu tidak termasuk wali yang berperingkat tinggi. Ibnu Athaillah pernah berkata: “Kemauan yang tinggi tidak sampai menembusi tembok-tembok takdir.” (Syarah Al Hikam). Maksud ucapan itu adalah karamah tidak akan bertentangan dengan ketetapan takdir. Sebab, semua yang terjadi di alam semesta, baik yang biasa maupun yang luar biasa sumbernya dari takdir Allah Swt. Pada umumnya, kemauan seorang wali tidak akan bertentangan dengan takdir Allah.
Abu Hurairah menyebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Adakalanya seorang hina yang biasa ditolak bila mengetuk pintu orang, namun jika ia berdoa, pasti terkabul.” (Hadis riwayat Muslim)
Di lain kesempatan Rasulullah Saw bersabda: “Takutlah kamu dengan firasat seorang mukmin, sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah.” (Hadis riwayat Tirmidzi, Thabrani, Ibnu Adi dan An Najar di dalam kitab At Tarikh).
0 komentar:
Posting Komentar