Selasa, 21 Juli 2015

Cincin Kecubung Ungu Asma'ul Hikmah

Cincin Kecubung Ungu Asma'ul Hikmah

Batu Kecubung atau orang biasa mengenal dengan batu Amethyst adalah jenis batuan mineral kuarsa. Warna umum pada batu kecubung adalah ungu. 

Manfaat batu bertuah kecubung Dalam sejarah, ungu merupakan warna yang digunakan oleh Raja, Ratu dan anggota keluarga kerajaan. Secara metafisika, batu kecubung dipercaya mempunyai banyak manfaat yang memberi pengaruh terhadap kesuksesan hidup. Termasuk di dalamnya adalah pemancar pesona, membangkitkan percaya diri, percintaan, kewibawaan dan sensualitas. Masyarakat Yunani kuno meyakini bahwa batu kecubung bisa digunakan untuk meringankan mabuk saat meminum minuman beralkohol. Itulah sebabnya, pada masa itu para bangsawan memiliki gelas yang terbuat dari batu kecubung. Sementara masyarakat Eropa pada abad pertengahan mempercayai bahwa batu kecubung memiliki manfaat  sebagai perlindungan diri terhadap nasib buruk dan serangan sihir.

Batu kecubung memancarkan energi pesona yang luar biasa pada siapa pun yang memakainya. Oleh karena itulah di Indonesia, batu kecubung sering digunakan sebagai media pengasihan. Agar pesona si pemakai batu kecubung memancar dengan maksimal sehingga tampak lebih cantik/tampan. Selain itu, batu kecubung juga memancarkan energi spiritualitas yang akan meningkatkan kharisma dan kewibawaan penggunanya. Oleh karenanya, Sejarah mencatat banyak Penguasa/Raja/Pemimpin memiliki perhiasan yang terbuat dari batu kecubung.

Adapun Fadhilahnya Insya Allah :
  • Kharismatik
  • Pengasihan Tingkat tinggi
  • Proteksi / Benteng Ghaib
  • Keselamatan
  • Membantu meningkatkan Percaya Diri
  • Memberi ketenangan batin
  • Kepemimpinan
  • Kewibawaan, di manapun anda akan di hormati/di segani orang.


Mahar Ikhlas Rp 450.000,-

Jumat, 17 Juli 2015

Buraq Menurut Hadis Nabi Muhammad SAW



(Oleh: DR. H. Zulkarnain, MA)

Nomenklatur Buraq sangat erat dengan sebuah kisah besar yang monumental di dalam sejarah Islam, yaitu kisah Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke 11 kenabian (Sejarah Ringkas Nabi Muhammad SAW, dalam Kementerian Agama, Al-Quran dan Terjemahannya, hlm. 63, dan K.H. Munawar Chalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, jilid I, hlm. 444)

Secara lughawiyyah atau kebahasaan, Buraq berasal dari fi’il madhi (kata kerja masa lampau) baraqa, fi’il mudhari’nya (kata kerja sedang atau akan) yabruqu dan mashdarnya (akar katanya) barqan – buruqan dan bariqan yang artinya kilat. Al-Barqu (kilat), bentuk jamaknya adalah buruqun (banyak kilat).

Al-Buraq secara bahasa juga diartikan farasun mujanahun yang artinya kuda yang bersayap (Kamus al-Bisri, hlm. 30), menurut Imam Jalaluddin Muhammad ibn Mukarram ibn Ali ibn Manzhur di dalam kitab Lisan al-Arab halaman 392, Buraq adalah nama hewan yang dikendarai oleh Rasul SAW pada malam Isra’ dan Mi’raj.

Secara bahasa, Buraq dengan harakat dhammah pada huruf ba diambil dari lafaz al-bariq yang artinya sangat putih. Dari sisi kebahasaan, dapat disimpulkan bahwa Buraq adalah hewan yang memiliki kecepatan gerak seperti kilat, memiliki warna yang sangat putih dan kuda yang memiliki sayap.

Di dalam hadis riwayat Imam Muslim yang nama lengkapnya al-Imam abi al-Husein Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Nisaburi, di dalam kitabnya al-Jami’ al-Sahih juz I halaman 99, yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik, ia berkata: adalah Rasulullah SAW. bersabda: didatangkan kepadaku Buraq, yaitu hewan (dabbah) yang berwarna putih (abyadh), bertubuh panjang (thawil), lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dan sekali ia menjejakkan kakinya yang berkuku bergerak sejauh mata memandang.

Menurut seorang ulama terkemuka dari kalangan mazhab Syafi’I dalam hal ini adalah Imam Abi Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi yang dikenal dengan sebutan Imam al-Nawawi di dalam kitabnya Sahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi, jilid I, halaman 170-171 menerangkan tentang Buraq, bahwa menurut ahli bahasa Buraq adalah nama hewan yang dikendarai Rasulullah SAW pada malam Isra’ dan Mi’raj.

Menurut Imam al-Nawawi, mengutip al-Zubaidi di dalam kitabnya Mukhtasharul ‘ain dan sahabat al-Tahriy, bahwa Buraq adalah hewan yang digunakan oleh para nabi sebagai kendaraan mereka. Menurut Imam al-Nawawi, dikatakan Buraq untuk menggambarkan kecepatannya (lisur’atihi) dan dikatakan seperti itu karena sifatnya yang cepat seperti cahaya dan kilat. Sedangkan al-abyadh (putih) menurut Imam Nawawi adalah warna bulunya.

Imam al-Baihagi dalam kitab al-Dalail memuat hadis tentang Buraq melalui jalur sanad Abdurrahman dari Hasyim bin Hasyim bin ‘Utbah bin Abi Waqqas dari Anas bin Malik ia berkata, ketika Jibril datang dengan Buraq kepada Rasul SAW, di mana seolah-olah Buraq itu menegakkan telinganya, maka JIbril berkata kepada Buraq, “Wahai Buraq jangan begitu, demi Allah engkau tidak pernah dikendarai oleh seorang seperti dia, kemudian Rasulullah SAW pun berangkat dengan Buraq itu.

Dalam hal ini, ibnu Dihyah dan al-Munir mengatakan bahwa Buraq sulit dikendarai karena ta’ajub dan gembira terhadap Nabi SAW yang akan mengendarainya (Tarikh al-Dimasyqi, karya Ibnu Asakir, jilid III, hlm 311). Di dalam hadis yang lain Imam al-Baihaqi, melalui jalur periwayatan sahabat Abu Said al-Khudri, Nabi SAW bersabda”Tiba-tiba ada seekor hewan yang menyerupai hewan kalian, yaitu baghal kalian ini, telinganya bergelombang (bergerigi)”.

Imam Jalaluddin al-Suyuti mengatakan, “Abu al-Fadhal bin Umar…. Dari Qonan bin Abdullah al-Nuhmi dari Abu Tibyan al-Janbi dari Abu ‘Ubaidah, yaitu Abdullah bin Mas’ud, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ” Jibril mendatangiku dengan seekor hewan yang tingginya di atas keledai dan di bawah baghal, lalu Jibril menaikkanku di atas hewan itu kemudian bergerak bersama kami, setiap kali naik maka kedua kakinya yang belakang sejajar dengan kedua kaki depannya, dan setiap kali turun kedua kaki depannya sejajar dengan kedua kaki belakangnya (al-Said ‘Alawi al-Maliki al-Hasani di dalam kitabnya al-Anwar al-Bahiyyah min Isra’ wa Mi’raj Khair al-Bariyyah, halaman 111)

Berdasarkan kutipan-kutipan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam al-Baihaqi di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut hadis Nabi Muhammad SAW, Buraq itu adalah seekor hewan warna bulunya putih, tubuhnya panjang, tingginya melebihi keledai dan lebih kecil dari baghal, telinganya bergelombang atau bergerigi, kecepatannya seperti kilat atau cahaya, memiliki 4 kaki, jika naik kedua kaki belakangnya disejajarkan dengan dua kaki depannya, dan jika menurun kedua kaki depannya disejajarkan dengan kedua kaki belakangnya.

Adapun menurut sumber non-Muslim, misalnya di dalam Shorter Encyclopedia of Islam karya Hamilton Alexander Rusken Gibb dan J. H. Kramers yang diterbitkan oleh penerbit E. J. Brill – Leiden – Belanda dan Luzac and co – London – Inggris tahun 1961, jilid I halaman 65. Nama Buraq dikaitkan dengan Barqun yaitu lightning (kilat/cahaya).

Selanjutnya, Gibb dan Kramers mengutip T. W. Arnold di dalam bukunya painting in Islam (Oxford, 1928) mengatakan: There are long descriptions of Buraq, who is represented as a mare with a woman’s head and peacock’s tail (dalam waktu yang lama Buraq dipaparkan sebagai sesuatu yang mewakili seekor kuda betina dengan kepala seorang perempuan dan dengan ekor burung merak). Gerardy Saintine dalam bukunya trios ans en judèe (Paris, 1860)menyebutkan bahwa di dalam mesjid al-Shakhra di Yerusalem ada sebuah batu yang diziarahi yang dipandang sebagai saddle Buraq.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Buraq versi hadis-hadis Nabi SAW sangat berbeda dengan Buraq versi non islam (Yahudi). Sebagai seorang muslim, tentunya kita hanya meyakini Buraq yang di ceritakan oleh Nabi SAW saja dan bukan yang selain itu. 

Wallahu’alam bi shawwab. (op)
(Penulis adalah Dosen STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa)